Oleh Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc
Sejak pertengahan tahun 2011 masyarakat dunia kembali
dihadapkan pada ancaman resesi ekonomi global. Para ahli dan pengamat ekonomi
mensinyalir bahwa resesi ekonomi global yang terjadi di kawasan Eropa dan
Amerika dapat berimbas ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ekonomi
Islam atau sering disebut ekonomi syariah yang dalam dekade terakhir terlihat
signifikan perkembangannya, memiliki keunggulan yang telah cukup teruji, dan
karena itu diharapkan dapat menjadi solusi alternatif di tengah ketidakpastian
kondisi ekonomi dunia.
Keunggulan
sistem ekonomi Islam adalah karena memiliki tiga pilar, yaitu; Pilar Pertama, sektor riil (kegiatan usaha/bisnis). Banyak
ayat dan hadits yang mendorong kaum muslimin untuk melakukan kegiatan
bisnis/usaha dan sektor riil lainnya.
Pilar Kedua, ialah Ekonomi Syariah adalah
sektor moneter seperti Lembaga Keuangan Syariah (LKS), baik perbankan syariah
maupun non-perbankan syariah.
Pilar Ketiga: Sektor Zakat dan sektor
voluntary, seperti infaq/sedekah, dan wakaf.
Dalam kesempatan ini mari kita lihat urgensi
zakat bagi ketahanan ekonomi.
Zakat merupakan Rukun Islam ke 3, yang jika
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, akan meningkatkan keimanan
dan keislaman (QS. At-Taubah [9]: 5 dan 11). Zakat adalah ibadah maaliyyah
ijtima’iyyah yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan,
dimana terbukti secara empirik dalam sejarah (masa Nabi dan sahabat serta Umar
bin Abdul Azis, dan sekarang pun beberapa negara, termasuk Indonesia, telah
menjadikan zakat sebagai salah satu sarana untuk mensejahterakan masyarakat.
Potensi Zakat di Indonesia (Riset tahun 2009)
cukup besar, yaitu Riset Habib Ahmed (IRTI-IDB), potensi zakat = 2% dari GDP.=
2% x Rp 5.000 triliun = Rp 100 triliun. Pada tahun 2011 ini terjadi kenaikan
potensi zakat di Indonesia menjadi sebesar Rp 217 triliun atau 3,14 % dari GDP
Indonesia (Hasil Riset BAZNAS, FEM IPB dan IDB 2011).
Empat langkah untuk menggali potensi zakat
telah dilakukan. baik oleh Pemerintah maupun organisasi pengelola zakat (BAZ
dan LAZ) di tanah air, yaitu kegiatan sosialisasi/edukasi. penguatan amil,
pendayagunaan yang tepat sasaran, serta sinergi/koordinasi.
Sosialisasi dan edukasi tentang hikmah dan
tujuan zakat yang mencakup berbagai dimensi, merupakan langkah yang bernilai
strategis untuk mengaktualisasikan urgensi zakat bagi ketahanan ekonomi umat.
Upaya tersebut dikaitkan dengan makna zakat yang secara fungsional mencakup
hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Zakat, infaq dan sedekah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahiq, terutama fakir-miskin. Termasuk
di dalamnya membantu di bidang pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi.
Kedua, Zakat, infaq dan sedekah terkait
dengan etos kerja. Allah berfirman.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (2) dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna (3) dan orang-orang yang menunaikan zakatnya......” (QS. Al-Mukminun:
1-4).
Ketiga, Zakat, infaq dan sedekah terkait
dengan etika bekerja dan berusaha, yakni hanya mencari rizki yang halal.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima sedekah yang
ada unsur tipu daya”. (HR. Muslim).
Keempat, Zakat, infaq dan sedekah terkait
dengan aktualisasi potensi dana untuk membangun umat, seperti untuk membangun
sarana pendidikan yang unggul tetapi murah, sarana kesehatan, institusi
ekonomi, institusi publikasi dan komunikasi serta yang lainnya.
Kelima, Zakat, infaq dan sedekah terkait
dengan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan sosial. Artinya,
kesediaan ber-ZIS ini akan mencerdaskan untuk mencintai sesamanya, terutama
kaum dhu’afa.
Keenam, Zakat, infaq dan sedekah akan
mengakibatkan ketenangan, kebahagiaan, keamanan dan kesejahteraan hidup. Allah
berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya
do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103).
Ketujuh, Zakat, infaq dan sedekah terkait
dengan upaya menumbuh-kembangkan harta yang dimiliki dengan cara mengusahakan
dan memproduktifkannya. Allah berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum: 39).
Kedelapan, Zakat, infaq dan sedekah juga akan
menyebabkan orang semakin giat melaksanakan ibadah mahdlah, seperti shalat
maupun yang lainnya. Allah berfifman, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43).
Kesembilan, Zakat mencerminkan semangat
“sharing economy”, dimana trend dunia saat ini menuju “sharing economy”.
Semangat “berbagi” diyakini akan menjadi solusi untuk mengatasi masalah ekonomi
termasuk resesi (Swiercz dan Smith, Georgia University).
Kesepuluh, Zakat, infaq dan sedekah juga
sangat berguna dalam mengatasi berbagai macam musibah yang terjadi, baik di
dalam negeri maupun luar negeri. Hal-hal tersebut tidak mungkin bisa
diaplikasikan, kecuali melalui amil zakat yang amanah, transparan dan
bertanggungjawab.
Demikian secara singkat beberapa hal yang
berkaitan dengan urgensi zakat bagi ketahanan ekonomi dalam perspektif Islam
berdasarkan al-Qur’an dan hadits.
Pokok-pokok pikiran di atas selengkapnya kami
sampaikan dalam Seminar Nasional ”Sehari Bersama Ekonomi Islam: Ketahanan
Ekonomi Islam terhadap Resesi Ekonomi Global” di Kampus UGM Yogyakarta minggu
lalu yang dihadiri oleh staf pengajar, mahasiswa S1 dan pascasarjana UGM serta
masyarakat umum yang konsen dengan perkembangan ekonomi Islam di tanah air.
Wallahu a’lam
bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar