Rabu, 12 September 2012

Ekonomi Syariah



Oleh Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc
Sejak pertengahan tahun 2011 masyarakat dunia kembali dihadapkan pada anca­man resesi ekonomi global. Para ahli dan pengamat ekonomi mensinyalir bahwa resesi ekonomi global yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika dapat berimbas ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ekonomi Islam atau sering disebut ekonomi syariah yang dalam dekade terakhir terlihat signifi­kan perkembangannya, memiliki keunggulan yang telah cukup teruji, dan karena itu diharapkan dapat menjadi solusi alternatif di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dunia.
Keunggulan sistem ekonomi Islam adalah karena memiliki tiga pilar, yaitu; Pilar Pertama, sektor riil (kegiatan usaha/bisnis). Banyak ayat dan hadits yang mendorong kaum muslimin untuk melakukan kegiatan bisnis/usaha dan sektor riil lainnya.
Pilar Kedua, ialah Ekonomi Syariah adalah sektor moneter seperti Lembaga Keuangan Syariah (LKS), baik perbankan syariah maupun non-perbankan syariah.
Pilar Ketiga: Sektor Zakat dan sektor voluntary, seperti infaq/sedekah, dan wakaf.
Dalam kesempatan ini mari kita lihat urgensi zakat bagi ketahanan ekonomi.
Zakat merupakan Rukun Islam ke 3, yang jika dilaksanakan dengan penuh kesa­daran dan keikhlasan, akan meningkatkan keimanan dan keislaman (QS. At-Taubah [9]: 5 dan 11). Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, dimana terbukti secara empirik dalam sejarah (masa Nabi dan sahabat serta Umar bin Abdul Azis, dan sekarang pun beberapa negara, termasuk Indonesia, telah menjadikan zakat sebagai salah satu sarana untuk mensejahterakan masyarakat.
Potensi Zakat di Indonesia (Riset tahun 2009) cukup besar, yaitu Riset Habib Ahmed (IRTI-IDB), potensi zakat = 2% dari GDP.= 2% x Rp 5.000 triliun = Rp 100 triliun. Pada tahun 2011 ini terjadi kenaikan potensi zakat di Indonesia menjadi sebesar Rp 217 triliun atau 3,14 % dari GDP Indonesia (Hasil Riset BAZNAS, FEM IPB dan IDB 2011).
Empat langkah untuk menggali potensi zakat telah dilakukan. baik oleh Pemer­intah maupun organisasi pengelola zakat (BAZ dan LAZ) di tanah air, yaitu keg­iatan sosialisasi/edukasi. penguatan amil, pendayagunaan yang tepat sasaran, serta sinergi/koordinasi.
Sosialisasi dan edukasi tentang hikmah dan tujuan zakat yang mencakup ber­bagai dimensi, merupakan langkah yang bernilai strategis untuk mengaktualisasi­kan urgensi zakat bagi ketahanan ekonomi umat. Upaya tersebut dikaitkan dengan makna zakat yang secara fungsional mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Zakat, infaq dan sedekah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para mustahiq, terutama fakir-miskin. Termasuk di dalamnya membantu di bidang pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi.
Kedua, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etos kerja. Allah berfirman.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (2) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3) dan orang-orang yang menunaikan zakatnya......” (QS. Al-Mukminun: 1-4).
Ketiga, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etika bekerja dan berusaha, yakni hanya mencari rizki yang halal. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima sedekah yang ada unsur tipu daya”. (HR. Muslim).
Keempat, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan aktualisasi potensi dana untuk membangun umat, seperti untuk membangun sarana pendidikan yang unggul tetapi murah, sarana kesehatan, institusi ekonomi, institusi publikasi dan komunikasi serta yang lainnya.
Kelima, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan kecerdasan intelektual, emo­sional, spiritual dan sosial. Artinya, kesediaan ber-ZIS ini akan mencerdaskan untuk mencintai sesamanya, terutama kaum dhu’afa.
Keenam, Zakat, infaq dan sedekah akan mengakibatkan ketenangan, kebahagiaan, keamanan dan kesejahteraan hidup. Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103).
Ketujuh, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan upaya menumbuh-kembang­kan harta yang dimiliki dengan cara mengusahakan dan memproduktifkannya. Al­lah berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum: 39).
Kedelapan, Zakat, infaq dan sedekah juga akan menyebabkan orang semakin giat melaksanakan ibadah mahdlah, seperti shalat maupun yang lainnya. Allah berfif­man, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43).
Kesembilan, Zakat mencerminkan semangat “sharing economy”, dimana trend dunia saat ini menuju “sharing economy”. Semangat “berbagi” diyakini akan menjadi solusi untuk mengatasi masalah ekonomi termasuk resesi (Swiercz dan Smith, Georgia Uni­versity).
Kesepuluh, Zakat, infaq dan sedekah juga sangat berguna dalam mengatasi berba­gai macam musibah yang terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal-hal tersebut tidak mungkin bisa diaplikasikan, kecuali melalui amil zakat yang amanah, transparan dan bertanggungjawab.
Demikian secara singkat beberapa hal yang berkaitan dengan urgensi zakat bagi ketahanan ekonomi dalam perspektif Islam berdasarkan al-Qur’an dan hadits.
Pokok-pokok pikiran di atas selengkapnya kami sampaikan dalam Seminar Na­sional ”Sehari Bersama Ekonomi Islam: Ketahanan Ekonomi Islam terhadap Resesi Ekonomi Global” di Kampus UGM Yogyakarta minggu lalu yang dihadiri oleh staf pengajar, mahasiswa S1 dan pascasarjana UGM serta masyarakat umum yang konsen dengan perkembangan ekonomi Islam di tanah air.
Wallahu a’lam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar